Kereta api ekonomi AC melintas di stasiun Cirebon Prujakan |
Tentu saja naik kereta api yang jadi pilihan utamaku, kelas bisnis lah yang kupilih daripada kelas eksekutif yang harganya mencekik leher pas akhir pekan, atau bukan juga kelas ekonomi yang waktu itu aku belum tahu kenyamanan dan lika liku didalamnya.
Sebenarnya ada dua pilihan kereta api yakni lewat jalur selatan dan jalur utara dari Jakarta ke Surabaya dan begitu pula sebaliknya. Dinamakan kereta jalur Utara karena setelah lepas dari Cirebon kereta akan lurus langsung melewati tepi pantai utara pulau Jawa melalui kota Tegal, Pekalongan, Semarang, Cepu, Bojonegoro dan Surabaya.
Untuk jalur Selatan setelah sampai Cirebon kereta akan berbelok ke arah pantai Selatan dari kota Purwokerto terus ke Kebumen, Kutoarjo, Yogyakarta kemudian berbelok ke kota Solo, Madiun, Jombang dan Surabaya. Untuk rangkaian KA (Kereta Api) jalur selatan ada GBM (gaya baru malam) kelas ekonomi dan KA Bima untuk kelas eksekutif, dan akhir tahun 2014 ada KA Jayabaya yang baru saja dilaunching.
Untuk jalur Selatan setelah sampai Cirebon kereta akan berbelok ke arah pantai Selatan dari kota Purwokerto terus ke Kebumen, Kutoarjo, Yogyakarta kemudian berbelok ke kota Solo, Madiun, Jombang dan Surabaya. Untuk rangkaian KA (Kereta Api) jalur selatan ada GBM (gaya baru malam) kelas ekonomi dan KA Bima untuk kelas eksekutif, dan akhir tahun 2014 ada KA Jayabaya yang baru saja dilaunching.
Sedangkan untuk jalur Utara ada KA Kertajaya kelas ekonomi, KA Gumarang (bisnis dan exe), Sembrani (exe), dan Argo Bromo Anggrek (Exe).
Namun seiring dengan perjalanan waktu akhirnya kucoba juga untuk naik KA ekonomi, harga tiket yang terjangkau menjadi alasan mengapa kelas ini dipilih banyak orang.
Saat itu tahun 2010 tiket KA ekonomi untuk tujuan Surabaya dari Jakarta dan sebaliknya masih di kisaran angka 40 ribuan. Murah memang dibanding tiket bisnis yang pada akhir pekan bisa mencapai 185 sampai 200 ribuan.
Suasana dalam gerbong KA Kertajaya Ekonomi AC |
Mulailah aku coba berburu untuk mendapatkan tiket tersebut setiap akhir pekan, tidaklah mudah mencari tiket pada waktu itu karena memang belum dijual online seperti saat ini. Di stasiun Pasar Senen sering saya dilihat papan pengumuman bahwa tiket ekonomi bisa dibeli H-7 sebelum keberangkatan, namun sesekali saja kalo nasib lagi baik kita bisa dapatkan.
Padahal di calo yang banyak berkeliaran, tiket kita bisa dapatkan waktu itu dengan harga 60 sampai 75 ribu rupiah. Alhasil setiap Jumat pagi saya mesti antri di stasiun untuk keberangkatan sore harinya dan Minggu pagi antri di stasiun Pasar Turi untuk keberangkatan balik.
Dari menunggu antrian minggu ke minggu bulan ke bulan akhirnya banyak kudapat teman dan pengalaman baru, dari situ kita bisa bergantian antri tiap minggunya. Dan ternyata yang menjalani kehidupan seperti saya "Penglaju atau PJKA" banyak sekali jumlahnya bisa ratusan. Lebih banyak lagi untuk relasi Solo dan Yogyakarta.
Sekarang sudah hampir 5 tahun kujalani setiap akhir pekanku di gerbong kereta, banyak juga teman yang sudah "LULUS" diwisuda dari KA Kertajaya kalo saya boleh pinjam istilah teman teman. Pak J misalnya pegawai PLN sudah dimutasi ke Surabaya, Mas E pegawai asuransi juga dimutasi karena kantornya membuka cabang baru di Surabaya, sedangkan Pak E yang saya sendiri belum jelas apa profesinya namun beliau paham betul tentang aviation dan penerbangan memutuskan untuk memboyong istrinya ke Curug karena anak anak beliau sudah besar dan mandiri untuk ditinggal sendiri di Surabaya.
Padahal di calo yang banyak berkeliaran, tiket kita bisa dapatkan waktu itu dengan harga 60 sampai 75 ribu rupiah. Alhasil setiap Jumat pagi saya mesti antri di stasiun untuk keberangkatan sore harinya dan Minggu pagi antri di stasiun Pasar Turi untuk keberangkatan balik.
Dari menunggu antrian minggu ke minggu bulan ke bulan akhirnya banyak kudapat teman dan pengalaman baru, dari situ kita bisa bergantian antri tiap minggunya. Dan ternyata yang menjalani kehidupan seperti saya "Penglaju atau PJKA" banyak sekali jumlahnya bisa ratusan. Lebih banyak lagi untuk relasi Solo dan Yogyakarta.
Sekarang sudah hampir 5 tahun kujalani setiap akhir pekanku di gerbong kereta, banyak juga teman yang sudah "LULUS" diwisuda dari KA Kertajaya kalo saya boleh pinjam istilah teman teman. Pak J misalnya pegawai PLN sudah dimutasi ke Surabaya, Mas E pegawai asuransi juga dimutasi karena kantornya membuka cabang baru di Surabaya, sedangkan Pak E yang saya sendiri belum jelas apa profesinya namun beliau paham betul tentang aviation dan penerbangan memutuskan untuk memboyong istrinya ke Curug karena anak anak beliau sudah besar dan mandiri untuk ditinggal sendiri di Surabaya.
Kini saya merasa sendirian karena sekarang saya jarang pulang rutin dengan KA yang sama, namun sejak 2 tahun yang lalu banyak perubahan di sistem perkeretaan apian kita. Tiket lebih mudah didapat dimanapun dan kapanpun, namun tetap saja untuk tiket kelas ekonomi harus berebutan jauh jauh hari. Kereta lebih menjadi lebih bersahabat dan manusiawi karena tidak ada lagi orang yang tidur dalam toilet dan sambungan gerbong kereta. Para penumpang gelap kereta pun sekarang hampir tidak saya temui keberadaannya.
Penumpang bisa lebih nyaman tidur karena tak ada lagi hiruk pikuk asongan, hingga mereka bisa tidur dan bermimpi bertemu keluarga sejenak melupakan kepenatan hidup di ibukota.
Pak Jo saya salut dengan kinerja anda selama ini membawa PT KAI menjadi lebih baik dan mudah mudahan dengan jabatan anda yang baru anda tidak melupakan kami kami ini para Penglaju "Pulang Jumat Kembali Ahad" yang coba bertahan hidup di ibukota demi anak istri di lain kota.
Comments
Post a Comment
Tolong biasakan komentar yang baik setelah membaca, saya akan balas jika pertanyaan sesuai topik. Dan tolong jangan meninggalkan link aktif atau spam. Terima kasih