Mebel dari kayu re-cycle |
Mebel atau furniture bisa dibilang kebutuhan sekunder, namun di kalangan tertentu bisa jadi adalah sarana menunjukkan prestise seseorang. Di Indonesia kebutuhan akan mebel atau perabot rumah tangga berupa kursi, meja dan almari tentu sangat besar sebanding dengan jumlah penduduknya.
Mayoritas furniture yang dibuat oleh pabrikan besar adalah berbahan baku alternatif pengganti kayu yakni MDF atau medium density fiberboard dan juga PB atau partikel board. Sedangkan di sisi lain mebel juga disuplai oleh pengrajin mebel skala rumahan dan menengah yang umumnya datang dari pulau Jawa seperti Cirebon, Solo, Jepara dan Pasuruan. Mebel yang dihasilkan rata rata berbahan baku alam seperti kayu dan rotan.
Topik kali ini membahas kelemahan mebel berbahan baku MDF dan partikel board hasil pabrikan skala besar yang biasa kita jumpai di swalayan dan supermarket besar dan juga merambah di toko-toko mebel pinggir jalan. [Simak tips memilih furniture minimalis]
Kelemahan mebel berbahan baku MDF dan Partikel Board tersebut adalah sebagai berikut:
1. Umumnya mebel pabrikan yang berupa almari, meja, kursi dan lain sebagainya berbahan dasar MDF dan PB. Kedua bahan tersebut rentan sekali jika bersentuhan dengan kelembaban atau air. Walaupun dalam produksinya pabrik tentu saja telah memperhitungkan hal tersebut sebagai satu titik lemahnya.
Kedua bahan tersebut dibuat dari serbuk dan remah kayu, jika MDF dibuat dari serbuk kayu halus maka kebalikannya PB terbuat dari serpihan hasil gergaji kayu yang agak kasar untuk kemudian dicampur dengan lem dan bahan lainnya dan kemudian dipadatkan dan dibentuk menjadi lapisan lapisan seperti plywood atau kayu lapis.
Saat dibentuk menjadi mebel bahan tersebut akan disamak atau dilapisi lagi dengan veneer atau lapisan kayu tipis baik itu veneer asli maupun sintetis. Namun kebanyakan yang dipakai adalah sintetis untuk pasar lokal. Karena veneer asli berharga mahal dengan perbandingan harga yang lumayan.
Lapisan inilah yang akan melindungi bahan dasar dari kelembaban udara dan air, namun dengan tebal yang tidak seberapa dan agak mudah terkelupas hal ini tidak bisa dijadikan jaminan furniture awet.
Jika mebel ini terkena air atau diletakkan di tempat dengan kelembaban tinggi terus menerus maka bahan dasarnya akan mengembang karena menyerap kelelembaban berlebih. Dan efeknya adalah furniture menjadi cepat rapuh.
2. Riskan atau mudah jamuran. Mebel pabrikan yang anda ditempatkan mepet sekali dengan dinding atau tembok maka akam cepat sekali berjamur pada posisi back panel atau panel belakangnya. Hal itu ditandai dengan bercak bercak berwarna putih keabu-abuan.
Jika ini terjadi cepat copot saja panel belakang tersebut atau sekalian jemur mebel anda di sinar matahari untuk mengurangi perkembangan jamurnya. Jangan pernah menggunakan lap basah untuk membersihkan jamur tersebut, karena hal itu justru akan menambah perkembangan jamur. Bersihkan dengan kain kering lalu jemur.
3. Lemah dari segi konstruksi. Jika anda memutuskan membeli dan merakit sendiri mebel yang anda beli tentunya anda bisa tahu, bagaimana dan apa yang digunakan untuk merakit mebel tersebut. Ya, mebel pabrikan hanya menggunakan dowel atau pin kayu, mur dan baut serta washer dan lock washer sebagai penguat konstruksinya. Perkecualian untuk kursi dan meja meja tertentu.
Dari sudut pandang orang mebel tentu tahu konstruksi semacam itu sangatlah lemah. Kalah jauh dengan mebel lokal yang minim menggunakan kosntruksi adu manis atau tongue and grove, tenon mortized, dan beberapa model joint lainnya.
Itulah beberapa kelemahan mebel skala pabrikan, namun jangan lupa dibalik kelemahan tentu saja ada kelebihan yang akan saya jelaskan di artikel berikutnya.
Tapi kelebihannya kayu mdf bisa dijadikan sebagai partisi geser dan cukup baik untuk meredam suara
ReplyDelete