Jembatan kayu Bukit Kuneer Wonosari Lawang |
Parkir mobil sebenarnya ada di lapangan luas yang letaknya berada di bagian yang agak bawah kira kira 100 meter dari pos sekuriti. Tepat di belakang pos sekuriti terdapat pabrik pengolahan teh, entah milik swasta atau perkebunan milik negara saya kurang tahu.
Tiket masuk kebun teh Wonosari Lawang |
Pabrik teh Wonosari Lawang |
1. Pabrik Teh
2. Kolam renang
3. Kebun Teh
4. Villa
5. Flying fox
6. Lapangan tennis
7. Kebun teh
8. Jembatan Bukit Kuneer
Nama terakhir adalah spot yang lagi nge trend saat ini di perkebunan teh Wonosari Lawang.
Untuk bisa masuk dan melihat proses pengolahan teh bagi pengunjung biasa dikenakan tarif 50 ribu rupiah per orang. Menurut saya relatif mahal, benar saja tamu saya keberatan dan membatalkan niatnya untuk melihat secara langsung proses pengolahan teh di tempat itu.
Sedangkan untuk ke Jembatan Bukit Kuneer tidak dikenakan biaya namun jalanan menuju kesana cukup terjal dan berbatu, untuk kesana bagi pengunjung yang tidak mau capek disediakan fasilitas mobil Jeep, namun harga sewanya cukup membelalakkan mata yakni 500 ribu rupiah pulang pergi, entah apakah itu hitungan per orang atau per mobil.
Saya kemudian menanyakan untuk kesana dengan jalan kaki butuh waktu berapa lama, petugas menjawab sekitar 30 menit dengan jalan kaki biasa dan medan menanjak. Tamu saya akhirnya mengajak untuk mencobanya berjalan kaki menuju tempat itu.
Di awal perjalanan kita menjumpai beberapa orang warga atau mungkin pegawai pabrik menawarkan jasanya untuk ngojek ke tempat lokasi jembatan Kuneer. Mereka menawarkan tarif 25 ribu per orang sekali jalan. Saya bertanya sekali lagi pada tamu asal Singapura tersebut untuk mencoba naik motor trail tersebut atau tetap memaksakan diri naik dengan jalan kaki.
Dia pun akhirnya mengalah dan mau saya ajak naik ojek motor tersebut. Benar saja perjalanan ke atas bukit menuju jembatan Kuneer sangat menanjak dengan jalanan berbatu. Kita berada di belakang truk engkel yang kebetulan naik untuk mengambil hasil panen teh, debu debu beterbangan, si tamu rupanya tidak tahan dengan debu yang menerpa sepanjang perjalanan.
Saya menyuruh pengemudi motor berhenti sebentar dan membiarkan truk itu jalan terlebih dahulu. Setelah agak jauh kita melanjutkan perjalanan, jalanan ke atas sangat tidak ramah bagi kendaraan bermotor, batu batu besar yang tidak rata membuat perjalanan menggunakan motor trail itupun seperti siksaan bagi kami.
Tak lama kemudian motor dibelokkan ke arah kiri jalan, jalanan tanah sempit itu agak menanjak namun rata dan tak berbatu.
Beberapa ratus meter kemudian sampailah kita di sebuah lapak atau tempat berteduh sederhana. Di tempat itulah kita diturunkan, mereka akan menunggu tamu yang akan ke atas, namun tamu saya memilih untuk pulang dengan berjalan kaki. Saya persilahkan mereka berdua untuk kembali ke lokasi awal.
Kami akhirnya melanjutkan perjalanan ke jembatan bukit Kuneer yang sudah terlihat dari kejauhan. Jalanan tanah di sisa perjalanan cukup menguras energi saya yang sedang berpuasa, untung saja matahari bersinar tak terlalu terik siang itu. Setelah berjalan naik turun sekitar 300 meter akhirnya kita sampai ke lokasi, di satu tempat saya lihat papan bertuliskan "motor trail dilarang masuk". Hmmm berarti benar apa yang dikatakan para tukang ojek tersebut.
Akhirnya sampailah kita di tempat tujuan, lokasi bukit Kuneer ini memang terletak di posisi dengan view atau pemandangan yang indah. Dengan letak yang lebih tinggi daripada bentang kebun teh lainnya tempat tersebut memanjakan mata kita akan hamparan hijau kebun teh di sekitar kita.
Di tempat itu terlihat tiga buah rumah atau lebih tepatnya dek pohon. Tamu saya meminta naik keatas namun terlebih dahulu saya disuruh mencoba terlebih dahulu. Dek pohon yang pertama hanya dilengkapi tangga dari batang bambu yang diberi panjatan kaki, agak riskan dan berbahaya jika tidak berhati-hati menaikinya. Sedangkan dua dek pohon lainnya dilengkapi dengan tangga yang lebih baik dari sebelumnya.
Ada satu buah gazebo saya lihat di pojok kiri dari jembatan di bukit Kuneer, nampak dua orang muda mudi bercengkerama di dalamnya. Kita berdua akhirnya naik ke jembatan Kuneer yang terbuat dari kayu tersebut dengan lebar tak lebih dari satu meter dan panjang 25 meter, jembatan itu membentang lurus dan menghadap perkebunan teh dibawahnya.
Tepat di tengah jembatan terdapat bot foto berupa beberapa buah kursi kayu dan ornamen bergambar hati dan patung burung. Sayang kursi kayu tidak bisa diduduki dengan nyaman karena dudukannya lepas dari penyangga bawahnya.
Beberapa jepretan foto sempat kita abadikan berdua. Sayang sekali kita tidak membawa tongkat tongsis untuk hasil selfie yang lebih sempurna.
Saat saya turun di sisi jembatan sebelah kiri sempat terlihat tulisan kecil di sebuah papan, biaya naik jembatan adalah 5 ribu rupiah per orang. Namun siang itu tak terlihat penjaga yang bertugas di tempat itu. Sempat melihat papan petunjuk dimana di sisi kanan terdapat mushola, toilet dan warung kecil. Namun dari tempat saya berdiri saya tidak melihatnya.
Setelah puas melihat pemandangan sekitar, akhirnya kita turun ke bawah kembali ke lokasi awal. Perjalanan terasa jauh lebih ringan karena jalanan menurun, hanya memakan waktu 15 menit saja sampai ke lokasi parkir mobil.
Comments
Post a Comment
Tolong biasakan komentar yang baik setelah membaca, saya akan balas jika pertanyaan sesuai topik. Dan tolong jangan meninggalkan link aktif atau spam. Terima kasih