Toilet Umum di Terminal Bus Tirtonadi |
Baru dua hari yang lalu saya lalu lalang di terminal Tirtonadi Solo, terminal yang menjadi percontohan bagi terminal bis yang ada di Indonesia. Saya harus angkat jempol untuk terminal bus satu ini pembangunan terminal baru yang merupakan renovasi dari area lama mengembangkan sistem terminal terpadu dengan layanan maksimal kepada para penumpangnya.
Di saat awal pembukaan saya juga sempat merasakan ditarik karcis peron sebesar 500 rupiah namun akhirnya pajak atas penumpang bus tersebut ditiadakan menunggu keputusan resmi selanjutnya dari pemerintah kota Solo.
Dulu terminal ini tak ada bedanya dengan terminal bus lainnya, jorok, kumuh dan kurang terawat. Penumpang bus akan kehujanan saat menunggu bus saat libur panjang dan akhir pekan, maklum karena keterbatasan ruang tunggu karena banyaknya warung atau toko.
Fasilitas umum lainnya juga memprihatinkan, musholla terletak di pojok terminal dengan toilet yang tidak gratis, begitu juga toilet dekat ruang tunggu. Sebenarnya Gratis namun selalu ada saja "makhluk-makhluk penunggunya". Tentu saja lengkap dengan kotak kayu kumuh di depan pintu keluar toilet.
Anda bisa bayangkan andaikata setiap orang sehabis dari toilet memberi seribu rupiah saja dengan asumsi pengunjung dalam sehari seribu orang maka kotak kumal tersebut bisa menampung satu juta rupiah seharinya, dan tentu saja kita tak tahu kemana larinya uang "receh" tersebut.
Kembali ke dua hari yang lalu, saat pagi hari sekitar jam 3 pagi bus Eka yang saya naiki merapat di terminal ini, sambil menunggu adzan shubuh saya sempatkan buang hajat dulu di toilet, tak ada yang aneh di toilet dekat pintu kedatangan penumpang ini. Tulisan GRATIS terpampang besar besar didepannya, petugas kebersihan pun ramah menyambut penumpang bus.
Saya sempatkan istirahat sejenak di bangku kayu panjang yang banyak tersedia di selasar terminal ini, tas yang berisi baju saya jadikan bantal sedangkan tas ransel saya peluk erat erat karena isinya penuh dengan barang berharga hauahahha. Sempat tertidur selama sejam, pulas sekali karena dinginnya pendingin ruangan yang berada tak jauh dari kaki saya. Jam 4 pagi saya beringsut ke Masjid Al Mushafir yang berada di dalam terminal Tirtonadi untuk menghadap ke Ilahi sebentar.
Next... malam harinya di hari yang sama saya putuskan untuk kembali lagi ke Surabaya. Terpaksa oper bus menggunakan bus Raya dari Terboyo akhirnya jam sembilan malam saya sampai lagi di terminal Tirtonadi, saya sempatkan untuk ke toilet terlebih dulu di dekat ruang tunggu untuk area terminal bus yang mengarah ke arah Timur yakni Sragen, Ngawi, Madiun dan Surabaya.
Tanpa pikir panjang saya masuk ke dalam toilet namun langkah saya terhenti karena teguran petugas pembersih yang menegur saya untuk melepas alas kaki atau sepatu saya serta menitipkan tas kepadanya, begitu juga dengan penumpang lain setelah saya. Saya turuti apa maunya saya copot sepatu dan kaos kaki saya, namun tas tetap saya bawa, dia pun menegur lagi "Tasnya taruh sini aja Mas saja jaga" saya pun menjawab "Gpp Mas saya bawa aja tas saya".
Berlanjut ke dalam toilet memang ada yang berbeda dengan toilet di area keberangkatan arah Yogyakarta dan Semarang, nampak didalamnya ada alas lantai semacam karpet yang tidak menyerap air berwarna biru dekat dengan toilet berdiri dan wastafel sedangkan di depan ruang kamar mandi saya tak melihatnya.
Agak risih karena saat kita buang air kecil tanpa alas kaki, penumpang yang kencing di sebelah saya berujar "Aneh Pak ya? " saya bilang "Iya Mas". Kok ono toilet model ngene, saya bilang. Keluar dari toilet dia masih senyum senyum kecil melirik saya. Saya cuman berujar "Risih ora Mas hehehe, Iya Pak hehehee".
Fasilitas umum lainnya juga memprihatinkan, musholla terletak di pojok terminal dengan toilet yang tidak gratis, begitu juga toilet dekat ruang tunggu. Sebenarnya Gratis namun selalu ada saja "makhluk-makhluk penunggunya". Tentu saja lengkap dengan kotak kayu kumuh di depan pintu keluar toilet.
Anda bisa bayangkan andaikata setiap orang sehabis dari toilet memberi seribu rupiah saja dengan asumsi pengunjung dalam sehari seribu orang maka kotak kumal tersebut bisa menampung satu juta rupiah seharinya, dan tentu saja kita tak tahu kemana larinya uang "receh" tersebut.
Kembali ke dua hari yang lalu, saat pagi hari sekitar jam 3 pagi bus Eka yang saya naiki merapat di terminal ini, sambil menunggu adzan shubuh saya sempatkan buang hajat dulu di toilet, tak ada yang aneh di toilet dekat pintu kedatangan penumpang ini. Tulisan GRATIS terpampang besar besar didepannya, petugas kebersihan pun ramah menyambut penumpang bus.
Saya sempatkan istirahat sejenak di bangku kayu panjang yang banyak tersedia di selasar terminal ini, tas yang berisi baju saya jadikan bantal sedangkan tas ransel saya peluk erat erat karena isinya penuh dengan barang berharga hauahahha. Sempat tertidur selama sejam, pulas sekali karena dinginnya pendingin ruangan yang berada tak jauh dari kaki saya. Jam 4 pagi saya beringsut ke Masjid Al Mushafir yang berada di dalam terminal Tirtonadi untuk menghadap ke Ilahi sebentar.
Situasi di dalam terminal Tirtonadi, bersih dan mewah |
Next... malam harinya di hari yang sama saya putuskan untuk kembali lagi ke Surabaya. Terpaksa oper bus menggunakan bus Raya dari Terboyo akhirnya jam sembilan malam saya sampai lagi di terminal Tirtonadi, saya sempatkan untuk ke toilet terlebih dulu di dekat ruang tunggu untuk area terminal bus yang mengarah ke arah Timur yakni Sragen, Ngawi, Madiun dan Surabaya.
Tanpa pikir panjang saya masuk ke dalam toilet namun langkah saya terhenti karena teguran petugas pembersih yang menegur saya untuk melepas alas kaki atau sepatu saya serta menitipkan tas kepadanya, begitu juga dengan penumpang lain setelah saya. Saya turuti apa maunya saya copot sepatu dan kaos kaki saya, namun tas tetap saya bawa, dia pun menegur lagi "Tasnya taruh sini aja Mas saja jaga" saya pun menjawab "Gpp Mas saya bawa aja tas saya".
Berlanjut ke dalam toilet memang ada yang berbeda dengan toilet di area keberangkatan arah Yogyakarta dan Semarang, nampak didalamnya ada alas lantai semacam karpet yang tidak menyerap air berwarna biru dekat dengan toilet berdiri dan wastafel sedangkan di depan ruang kamar mandi saya tak melihatnya.
Agak risih karena saat kita buang air kecil tanpa alas kaki, penumpang yang kencing di sebelah saya berujar "Aneh Pak ya? " saya bilang "Iya Mas". Kok ono toilet model ngene, saya bilang. Keluar dari toilet dia masih senyum senyum kecil melirik saya. Saya cuman berujar "Risih ora Mas hehehe, Iya Pak hehehee".
Secara positif saya mungkin berpikir ke depan toilet di terminal ini mungkin akan dijadikan toilet kering dengan meminimalkan penggunaan air dan mengurangi tugas pembersihan.
Namun wajar juga saya berpikiran negatif karena saya hafal betul dengan ulah ulah kreatif "oknum-oknum" nakal yang selalu bisa mencuri-curi kesempatan.
Namun wajar juga saya berpikiran negatif karena saya hafal betul dengan ulah ulah kreatif "oknum-oknum" nakal yang selalu bisa mencuri-curi kesempatan.
Dengan "memaksa" pengunjung melepas alas kaki akan membuka kesempatan untuk menyediakan jasa penitipan sepatu atau sandal. Andaikata itu dibilang gratis ya gratis karena fasilitas terminal namun kadang kita merasa risih karena ada yang menunggu didepannya.
Saya hanya berharap kepada pemerintah kota Solo khususnya dinas terkait pengelola terminal Tirtonadi menyadari trik trik ulah oknum nakal ini, jangan menjadikan terminal sebagai fasilitas umum tempat atau lumbung untuk mengeruk kepentingan pribadi apapun itu bentuk dan caranya baik secara kasar dan halus. Hilangkan budaya Pungli dimanapun itu berada.
Saya hanya berharap kepada pemerintah kota Solo khususnya dinas terkait pengelola terminal Tirtonadi menyadari trik trik ulah oknum nakal ini, jangan menjadikan terminal sebagai fasilitas umum tempat atau lumbung untuk mengeruk kepentingan pribadi apapun itu bentuk dan caranya baik secara kasar dan halus. Hilangkan budaya Pungli dimanapun itu berada.
Comments
Post a Comment
Tolong biasakan komentar yang baik setelah membaca, saya akan balas jika pertanyaan sesuai topik. Dan tolong jangan meninggalkan link aktif atau spam. Terima kasih