ENAKNYA JADI QC - Saya dulu tidak pernah berpikir setelah lulus kuliah akan bekerja dimana. Mungkin hanya karena kurang serius dalam belajar saya di wisuda setelah hampir 7 tahun, itupun setelah dua tahun orang tua sudah tidak membiayai uang kuliah saya yang dianggap molor. Namun di tempat saya kuliah dulu lulus mendekati waktu DO sudah biasa, entah itu karena para dosen yang cenderung kejam atau sebenarnya kita para mahasiswa yang malas dan banyak kegiatan di luar.
Banyak teman teman kuliah saya yang telah berhasil dalam pekerjaannya jika diukur dari segi materi dan penghasilan. Mereka kebanyakan bekerja di pertambangan minyak dan perusahaan yang ada kaitannya dengan off shore. Namun saya juga mesti bersyukur karena banyak pula teman yang tidak beruntung nasibnya. Ah, sudahlah rejeki khan sudah ada yang mengatur, iya khan.
Beberapa tahun yang lalu saya sempat reuni an dengan teman teman se angkatan di Jakarta, ya pastinya minder waktu itu, dan banyak dari mereka yang bertanya kamu kerja dimana sekarang bro. Saya coba menjelaskan secara sederhana pekerjaan saya, namun ternyata benar dugaan saya banyak teman yang tidak tahu tentang profesi saya.
Dulu waktu merintis karir menjadi seorang QC banyak suka duka yang saya alami, dari mulai diusir ibu kantin karena dianggap tidak mendapat jatah makan siang, jatah minum air galon untuk rame rame, tidur bareng bareng dalam satu ruangan sempit, sempat hampir dihajar karyawan pabrik, atau sempat akan membogem mentah calon kakak ipar sendiri.
Memang butuh perjuangan untuk menjadi kita yang sekarang, awal sekali saya ingat tidak ada orang pabrik yang segan atau takut pada saya, ya mungkin masih Junior atau Pupuk Bawang. Memang profesi seorang QC inspector sangat riskan karena kita harus berhadapan dengan orang pabrik yang notabene pengen barangnya selalu lolos inspeksi.
Sebenarnya saya sempat putus asa waktu awal awal menjalani profesi ini, dua bulan berselang saya pengen keluar dari pekerjaan ini. Mungkin ini karena faktor Senior saya waktu itu yang galak dan cenderung kasar. Namun setelah saya dipindah untuk inspek sendiri di luar kota dengan minim pengawasan justru inilah yang membuat saya cepat berkembang.
Hingga suatu saat setelah saya menikah ada tawaran dari teman saya dulu yang satu perusahaan dengan saya menawarkan ada lowongan di perusahaan baru tersebut. Ya, mungkin inilah rejeki dari pernikahan saya, saya diterima di perusahaan baru dan bertemu lagi dengan teman lama. Di perusahaan baru ini fasilitas yang diberikan jauh di atas rata rata teman se profesi saya waktu itu di Jawa Timur. Saya hanya perlu naik motor ke kantor, sedangkan transport untuk ke pabrik kita selalu menggunakan taxi atau mobil milik teman.
Awal 3 bulan kerja kantor pusat di Jakarta mengadakan Gathering tahunan di puncak Bogor, saya dan seluruh karyawan di kantor Surabaya, dibiayai PP naik pesawat ke kantor pusat di Jakarta. Ah, bahagia dan bangga rasanya bisa bergabung dengan perusahaan sebesar ini. Tahun kedua tak kalah istimewanya, kali ini kita diajak Plesir ke Pulau Dewata.
Tak hanya itu saja, gengsi kita sebagai QC baik dimata orang pabrik atau teman teman se profesi menjadi terangkat karena tiap hari pulang pergi naik taxi. Sering kali waktu saya masih inspeksi satu pabrik di daerah Mojosari, saya suruh sopir taxi menunggu di pabrik dari pagi sampai sore hari. Orang pabrik banyak yang bertanya, berapa duit bayar ongkos taxi tersebut, apa gak sia sia. Saya hanya bisa menjawab, khan perusahaan yang bayar.
Ya namun seiring waktu berjalan, empat tahun kemudian perusahaan tempat saya bekerja mengalami drop order karena ditinggalkan buyer utama kami. Hanya dua orang teman saya saja yang masih diperpanjang masa kerjanya, dan sebagian besar dari kita mengalami PHK kerja, Namun saya bersyukur karena dari uang pesangon tersebut saya dapat membeli rumah untuk keluarga saya.
Comments
Post a Comment
Tolong biasakan komentar yang baik setelah membaca, saya akan balas jika pertanyaan sesuai topik. Dan tolong jangan meninggalkan link aktif atau spam. Terima kasih