Di Indonesia setahu saya hanya ada satu pendidikan ilmu perkayuan yang cukup mapan dan telah lama berdiri yakni PIKA (Pendidikan Ilmu Kayu Atas) di Semarang, dimana lulusannya banyak berkecimpung di dunia furniture Indonesia.
Sedangkan sebagian besar tenaga profesional lainnya berasal dari pabrik atau karena otodidak.
Seorang QC furniture bertugas untuk mengecek kualitas barang yang akan diexport sesuai dengan SOP yang dimiliki. Karena kadang SOP tiap tiap buyer berbeda walaupun secara mendasar adalah sama. Kalau boleh saya rincikan sebenarnya, ada 4 kriteria pengecekan yang biasanya menjadi fokus yakni, pengecekan Packing, Pengecekan Fungsi, Pengecekan Visual dan Pengecekan Ukuran.
Empat kriteria di atas merupakan SOP untuk tahap PSI (Pre Shipment Inspection), sedangkan pada tahap Inline atau During Production ada beberapa hal yang menjadi fokus yakni, pengecekan raw material (pembahanan), pengecekan komponen dan assembling, pengecekan Sanding (amplas) produk, dan pengecekan finishing (pengecatan).
Empat kriteria di atas merupakan SOP untuk tahap PSI (Pre Shipment Inspection), sedangkan pada tahap Inline atau During Production ada beberapa hal yang menjadi fokus yakni, pengecekan raw material (pembahanan), pengecekan komponen dan assembling, pengecekan Sanding (amplas) produk, dan pengecekan finishing (pengecatan).
Untuk QC yang bekerja pada agen inspeksi atau agent buyer biasanya mereka akan melakukan satu tahapan pengecekan saja yakni PSI tanpa adanya inline inspection, karena biasanya mereka tidak stay atau menetap pada satu pabrik itu saja tiap harinya. Dan tipikal inspeksi mereka menggunakan random inspeksi mengacu pada AQL table dengan menggunakan level tertentu. Sedangkan untuk QC buyer sendiri mereka akan menjalani 2 atau bahkan 3 tahapan inspeksi sekaligus yakni, inline, PSI dan internal audit karena mereka tiap hari menetap di satu pabrik yang sama.
Disini akan saya jelaskan sedikit mengenai hal hal apa saja yang menjadi fokus dalam PSI:
1. Pengecekan Packing
Penekanan pada aksesoris pembungkus barang (carton box) apakah sudah sesuai ukuran yang ditentukan, apakah ada yang rusak, apakah carton cukuop kuat setelah dilakukan produk drop test, apakah bahan carton box sesuai kesepakatan, benar tidaknya no PO, barcode atau UPC sticker di setiap carton box, benar tidaknya Assembly Instruction sheet untuk kustomer.
2. Pengecekan Fungsi
Penekanan pada fungsi produk, yakni apakah produk dengan mudah bisa dirakit oleh kustomer, apakah produk dengan mudah dapat dioperasikan oleh kustomer dan tidak adanya mal fungsi.
3. Pengecekan Visual
Penekanan pada tampilan suatu produk, yakni warna harus sesuai dengan sample warna awal, tidak ada beret/baret, tepos, debu, serta bahan yang somplak, terbelah, dan berbagai kriteria finishing lainnya yang mungkin masih awam bagi orang semisal (bubbling, peel off, orange peel, poor sanding, knot, crack, split, dll). Pengecekan visual seperti ini dapat subyektif penilaiannya karena bisa tergantung dari feeling dan mood seorang QC.
4. Pengecekan Ukuran dan kelembaban kayu. Penekanannya tentu pada ukuran produk yang harus sesuai dengan sample dengan nilai toleransi biasanya 3-5%. Sedangkan untuk kelembaban kayu besaran yang dipakai adalah prosentase kadar air yang dikandung dalam kayu tersebut, nilai yang diijinkan adalah 10-12 %.
Tidak mudah memang untuk terjun ke profesi ini karena lingkupnya yang terbatas, kalo di Jawa Timur pasti kita akan bertemu dengan orang orang itu saja. Namun profesi ini cukup menjajikan untuk masa depan kalo saja ada keinginan maju dari pelakunya sendiri. Karena dengan jumlah export yang cukup besar dibanding profesional yang terjun didalamnya belum memadai.
Namun satu hal yang masih menjadi kendala, kebanyakan buyer atau agen buyer dikendalikan oleh expatriat.
Kita akui faktor bahasa dan kepercayaan menjadi modal besar dalam bisnis. Ini merupakan tantangan bagi kita orang pribumi. Satu hal lagi yang sudah menjadi rahasia umum "Bule" sekarang dah ngerti duit dan kita sendiri kadang tidak bisa menghargai harga diri kita sendiri.
Saya masih teringat benar pernah interview dengan seorang Bule di Surabaya, pada waktu nego gaji saya minta ditambah sesuai dengan yang saya inginkan, namun apa katanya, "I can hire many QC like you and pay less than you", Shit dalam hatiku, kemudian saya balas "Okey, thanks Sir better you find someone else".....
Kita akui faktor bahasa dan kepercayaan menjadi modal besar dalam bisnis. Ini merupakan tantangan bagi kita orang pribumi. Satu hal lagi yang sudah menjadi rahasia umum "Bule" sekarang dah ngerti duit dan kita sendiri kadang tidak bisa menghargai harga diri kita sendiri.
Saya masih teringat benar pernah interview dengan seorang Bule di Surabaya, pada waktu nego gaji saya minta ditambah sesuai dengan yang saya inginkan, namun apa katanya, "I can hire many QC like you and pay less than you", Shit dalam hatiku, kemudian saya balas "Okey, thanks Sir better you find someone else".....
Comments
Post a Comment
Tolong biasakan komentar yang baik setelah membaca, saya akan balas jika pertanyaan sesuai topik. Dan tolong jangan meninggalkan link aktif atau spam. Terima kasih