Tidak bisa dipungkiri saat ini kehidupan bertetangga terutama di kota besar nyaris kosong atau hampa. Tidak mengenal tetangga satu dengan yang lain, sibuk dengam urusan masing masing, berangkat kerja pagi pulang malam sehingga nyaris tidak ada waktu bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Saya hampir 5 tahun meninggalkan anak istri hidup mandiri di rumah yang notabene berada di satu cluster perumahan. Sedangkan saya sendiri harus mencari nafkah di ibukota. Saat awal menempati komplek perumahan tersebut, hanya beberapa unit rumah saja yang dihuni pemiliknya dan kita semua sangat rukun dan saling kenal. Kini sudah hampir 6 tahun sudah kondisi berubah, semua unit rumah sudah hampir dihuni. Dan hampir semua orang baru saya nyaris tidak kenal. Maklum saja, karena saya hanya pulang sekali dalam kurun waktu 2 minggu. Itupun waktu saya habiskan untuk keluarga dan jarang sekali saya ngobrol atau "melekan" dengan tetangga.
Istri saya walaupun tidak terlalu aktif di komplek perumahan, namun setiap kali ada arisan, mengunjungi tetangga yang sedang sakit ataupun melahirkan tak pernah luput ia lakukan. Bahkan kadang memimpin membaca doa Yasin setiap malam Kamis.
Namun itulah dalam kehidupan bertetangga ada pasang surutnya, kadang kita mengalami sedikit masalah dengan tetangga kita, rumah saya berada di bagian pojok gang dan sebelah persis adalah tanah kosong milik perumahan. Seringkali tetangga kanan kiri membuang sampah hasil pangkasan tanaman seperti mangga dan jambu mereka di tanah kosong tersebut. Ada yang kadang hatinya lagi "baik" dibakarnya sampah tersebut, namun kebanyakan hanya ditumpuk begitu saja. Saya tidak pernah mengeluh dan protes apalagi memaki maki mereka, kadang kalo saya sedang rajin, saya bakar sampah buangan tetangga tersebut. Namun istri saya yang seringkali protes akan hal tersebut, pernah suatu saat dia menegur tetangga agar membuang tebasan pohon tersebut jauh ke tengah dan tidak di depan.
Namun saya bersyukur tidak bersebelahan persis dengan tetangga satu ini, berjarak hanya 4 rumah saja dari tempat tinggal saya. Entah apa pekerjaan dan bagaimana wajahnya saya tidak tahu, yang pasti dia dibayar oleh pajak yang saya bayar ke negara. Empat buah motor gede plus dua buah mobil yang lumayan mewah ada di rumahnya. Entah dia punya side job sebagai montir motor atau apalah, setiap pagi selalu menggeber gas MOGE nya keras keras tanpa pernah punya pikiran dia punya tetangga atau tidak.
Kalo mau pamer saya rasa tidak juga, saya rasa tetangganya orang yang berkecukupan semua. Tak puas dengan motornya, mobil mewahnya pun knalpot nya dibikin sedikit agak bocor mirip mungkin dengan otaknya sehingga suaranya menggelegar dan membuat takut balita balita tetangga.
Satu hal yang baru saja saya alami, beberapa hari terakhir saya sedang mengecat kembali rumah dan istri tidak bisa menjemur pakaian di depan rumah sehingga dipindah ke tanah kosong sebelah tembok tetangga, selang dua hari saya baru menyadari hal tersebut. Saya tegur istri agar tidak menaruh jemuran di tempat tersebut dan memindahkannya dekat dengan tembok rumah saja. Dasar istri saya agak bandel dia tidak mengindahkan teguran saya. Ahaaa dan benar saja, pagi ini istri saya sambil cemberut berkata kepada saya, di tembok tetangga tersebut dipasang karton bertuliskan "Dilarang Menjemur Pakaian Disini".
Ah Tetangga Masa Gitu Sih.
Comments
Post a Comment
Tolong biasakan komentar yang baik setelah membaca, saya akan balas jika pertanyaan sesuai topik. Dan tolong jangan meninggalkan link aktif atau spam. Terima kasih